RUU JPH Berikan Perlindungan Terhadap Konsumen
28-05-2009 /
BADAN MUSYAWARAH
Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) yang terdiri dari 12 bab, serta 58 pasal, ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap prodesen dan konsumen. Sertifikasi label halal akan diberikan kepada makanan, minuman, obat-obatan serta kosmetik yang dipergunakan. Hal tersebut ditegaskan Ketua Panitia Kerja (Panja) JPH, Hasrul Azwar dalam acara diskusi Nuansa Demokrasi, di Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (28/5).
“RUU ini sebenarnya untuk melindungi produsen dan konsumen yang menggunakan produk-produk tersebut,†tegas Hasrul Azwar.
Hasrul menambahakan, RUU ini juga untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum serta ketenangan batin bagi konsumen Indonesia yang sebagian besar muslim, agar makanan yang mereka makan, minuman yang mereka minum, obat dan kosmetik yang mereka pakai dijamin kehalalannya.
Jaminan produk halal akan mendorong daya saing produk nasional, mengingat pangsa pasar terbesar bagi pelaku usaha adalah masyarakat muslim, disamping perkembangan rezim perdagangan internasional yang telah mengaplikasi tanda halal sebagai instrument daya saing dan perluasan pangsa pasar.
RUU ini menurut Hasrul juga memberikan kepastian dan jaminan hukum terhadap pengusaha bahwa seluruh barang yang diproduksinya itu dijamin secara hukum dan mendapatkan sertifikasi.
Lebih lanjut Hasrul menjelaskan, dasar sosiologis dari dibuatnya RUU ini adalah karena masyarakat Indonesia semakin sensitive dan lebih selektif dalam memilih produk yang halal setelah menyikapi perkembangan pengolahan makanan, minuman, obat, kosmetika, dan produk lainnya serta mengambil pelajaran dari kasus-kasus yang diduga kuat mengandung unsur haram.
Perspektif ekonomi menghendaki perlunya dibuat mekanisme system jaminan produk halal yang ekonomis, cepat, dan biaya rendah. System jaminan produk halal juga harus memiliki system pengawasan dan pengendalian produk halal oleh pemerintah. Pada tingkat internal produsen, Hasrul memandang diperlukannya halal insurance system yang diharuskan adanya tim halal dalam perusahaan untuk jaminan kehalalan produknya.
Di sisi lain menurut hasrul, pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memingkinkan pencampuran antara yanag halal dan yang haram, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. “Kedua hal tersebut menunjukan bahwa jaminan halal merupakangabungan yang harmonis dan sinergis dari disiplin ilmu syariah dan ilmuwan,†jelas Hasrul.
Penerapan system jaminan produk halal menurut hasrul bukan sama sekali tidak ada biaya yang harus dikelaurkan oleh pemerintah. Penyediaan sarana dan prasarana terutama laboratorium pemeriksaan dan pemantauan serta sumber daya profesional merupakan tantangan yang harus disediakan dengan dukungan anggaran yang besar.(fn/mh/ol)